Sabtu, 10 September 2016

Seorang Badut

apakah tangis masih menghiasi pelupuk matamu? apakah lara masih menaungi harimu?aku harap kau belajar lagi berbahagia. jangan khawatir mengenai kabarku, aku masih mencoba untuk baik-baik saja. memamerkan senyum palsu, untuk seorang badut sepertiku, adalah hal biasa.
mana berani aku menjatuhkan hati di sebelahmu? aku, yang hanya bertugas menghibur negri dongeng ini, sudah cukup bersyukur dengan apa yang kita punya; meski hanya sejenak sebelum akhirnya sesosok sempurna membawamu pergi lagi dan lagi.
betapa kau riang setiap kali aku menghiburmu dengan hidung tomat dan wajah bercat putihku. tawamu lepas, mata kecilmu berbinar. ah,sial. beruntung sekali dirinya bisa sewaktu-waktu menatap mata yang seakan tercipta untuknya itu.
ketidaktegasan adalah sesuatu yang ada diantara kau dan aku. kurang ajarkah jika aku berharap lebih setiap kali kau menyandarkan kepala lelahmu dibahuku? atau menghangatkan tanganmu ditanganku? kau memang mahir menuai harapan di hatiku. menaruh harapan padamu seakan menggenggam duri-duri dibatang mawar, membuatku berdarah. tapi aku tak kunjung pergi. bak orang dungu, aku bisikan kata-kata rindu, menitipkan di ketiak malam, sebelum rindu itu terlampir pagi hari di depan pintu kamarmu. kau tersipu, membalas rinduku dengan senyuman. ya, hanya senyuman. aku tidak pernah tau sebenar-benarnya perasaanmu bermukim.
menyayangimu adalah keilkhlasan. bukan keikhlasan yang terus menerus diberi harapan semu, melainkan keikhlasan untuk terus menyadari bahwa memang seharusnya kau berhak bahagia. urusan apakah aku yang membuatmu bahagia atau bukan, itu tak jadi soal.
aku harap kau hari ini baik-baik saja. aku harap kau mengerti arti diamku. jangan risau. aku sudah dan akan selalu bisa berpura-pura tersenyum.tugasku menghibur dunia, tidak kurang dan tidak lebih. aku hanya sedikit kecewa, kau tidak bisa menjadi seseorang yang membuat seorang badut sepertiku tersenyum sungguhan.